Ritual
Seba Ciburuy
apa itu situs ciburuy ?
dilirik
dari namanya “situs ciburuy” adalah tempat “paniisan bubuyutan.
Sejak dahulu, suku sunda
terkenal dengan peninggalan budaya yang bernilai tinggi, kearifan lokal yang
sarat akan nilai-nilai religius seakan menjadi bagian tak terpisahkan dalam
keseharian masyarakatnya. Salah satu warisan sejarah yang mewakili tingginya
peradaban dan kebudayaan sunda adalah Situs Kabuyutan Ciburuy. yang
berlokasi di Kampung Ciburuy, Desa Pamalayan, Kec. Bayongbong, Garut.
Setiap bulan Muharam, masyarakat Ciburuy
yang terletak di lereng gunung Cikuray rutin melaksanakan ritual adat. Hal itu
sebagai tanda penghargaan kepada para leluhur, sekaligus upaya melestarikan
budayanya. Ritual adat itu dinamakan upacara Seba. Yakni upacara mengeluarkan
dan membersihkan benda-benda pusaka yang ada di dalam Kabuyutan Ciburuy.
Seba berasal dari bahasa sunda, saba, yang berarti berkunjung atau mengunjungi. Adapun upacara Seba itu sendiri adalah sebuah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat suku Baduy. Upacara ini sudah ada sejak zaman padjajaran. Dan upacara ini juga dipersembakan kepada Prabu Siliwangi dan Kian Santang, karena mereka meninggalkan benda pusaka di Situs Kabuyutan Ciburuy.
Seba berasal dari bahasa sunda, saba, yang berarti berkunjung atau mengunjungi. Adapun upacara Seba itu sendiri adalah sebuah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat suku Baduy. Upacara ini sudah ada sejak zaman padjajaran. Dan upacara ini juga dipersembakan kepada Prabu Siliwangi dan Kian Santang, karena mereka meninggalkan benda pusaka di Situs Kabuyutan Ciburuy.
Upacara Seba adalah suatu pengabdian
kepada seseorang yang berkedudukan tinggi dengan disertai penyerahan suatu yang
baik. Adapun penyerahan itu ditujukan kepada arwah-arwah lelehur, yaitu arwah
Prabu Siliwangi dan Kian Santang, karena kedua tokoh tersebut mempunyai ilmu
dan kesaktian yang tinggi, maka benda-benda peninggalannya merupakan benda
pusaka yang mempunyai kekuatan gaib yang bertuah.
Upacara seba juga merupakan upacara
membersihkan benda-benda pusaka sebagai tanda hormat kepada leluhur. Dalam
upacara ini selalu dihidangkan sajian-sajian penganan yang bahannya berasal
dari ketan. Pengadaan bahan-bahan upacara berasal dari swadaya masyarakat
setempat secara gotong royong.
Setiap upacara Seba dilaksanakan,
masyarakat selalu antusias mengikuti. Mereka tumpah ruah mendatangi kabuyutan
Ciburuy untuk mendapatkan berkah dari ritual itu. Mereka bukan saja berasal
dari lingkungan setempat, tapi banyak pula yang datang dari daerah-daerah lain.
Bagi masyarakat setempat, membuka
dan mengeluarkan benda-benda pusaka dari tempatnya bukan pekerjaan sembarangan.
Melainkan harus dilakukan pada waktu tertentu, sebegaimana selalu dipraktekkan
para leluhurnya. Upacara Seba sendiri mengambil waktu hari Rabu terakhir di
bulan Muharam. Atau bulan pertama pada hitungan tahun hijriah.
Saat upacara Seba berlangsung,
kuncen Kabuyutan Ciburuy selalu mengeluarkan mantra-mantra. Konon, saat
mengucapkan itu, sang kuncen diyakini tengah dirasuki arwah leluhur.
Mantra-mantra itulah yang selalu dinantikan oleh para pengunjung, karena
merupakan ramalan kehidupan di masa yang akan datang. Dengan mendengar
mantra-mantra itu, dipercaya seseorang akan mendapat keberkahan.
Selain itu, ada waktu-waktu tertentu
yang merupakan larangan bagi siapa saja untuk berziarah ke Kabuyutan Ciburuy.
Antara lain pada hari Selasa dan Jumat. Menurut Nana Suryana, kuncen generasi
ke-48, pada masa lalu, setiap hari Selasa dan Jumat merupakan hari di mana para
leluhur melakukan kegiatan suci. Boleh dikata, hari itu merupakan hari tenang,
sehingga tidak boleh ada keributan dan aktivitas yang mengganggu.
Rangkaian upacara Seba antara lain
melakukan pembersihan rumah adat, sebelum hari “H” berlangsung.Upacara
tradisional seba jatuh pada setiap hari Rabu Minggu ke 3 bulan Muharam pada
malam kamis jam 19.30 atau ba’da isya di situs Kabuyutan Cuburuy. Seba
merupakan sebuah tradisi adat yang harus dilakukan setiap tahunnya bagi warga
Baduy sebagai wujud nyata tanda kesetiaan dan dan ketaatan kepada Pemerintah RI
yang dilaksanakan kepada penguasa Pemerintahan dimulai dari Bupati Lebak dan
Gubernur Banten.
Seba itu sendiri dapat diartikan
sebagai kunjungan resmi yang merupakan peristiwa dalam untaian adat masyarakat
Baduy yang dilakukan seusai Kawalu dengan rangkaian acara secara terperinci
serta persiapan yang matang disamping harus berpedoman pada Peraturan Adat dan
orang yang berperan dalam melakukan Seba adalah kepercayaan Puun atas nama
warganya memberikan laporan kepada Pemerintah sekaligus menjembatani
komunikasi.
Tujuan diadakannya upacara ini
adalah membawa amanat Puun, memberikan laporan selama 1 tahun didaerahnya,
menyampaikan harapan dan menyerahkan hasil bumi dari tanaman ladang yang
digarap. Bagi warga baduy dalam dengan pakaian serba putih, untuk mengikuti
kegiatan tersebut harus menempuh perjalanan selama dua hari dari
perkampungannya di Cibeo Desa Kanekes Kecamatan Leuwi Damar Lebak.
Sedangkan bagi warga suku baduy luar
dengan pakaian khas serba hitam. Mereka biasanya berangkat dari kampungnya
dengan menumpang kendaraan dari Terminal Ciboleger menuju kantor Bupati Lebak
dan dilanjutkan ke Pendopo Gubernur Banten.
Untuk tata cara pelaksanaan upacara
ini adalah Rombongan yang berangkat tidak ditentukan, tetapi harus dihadiri :
Jaro sebagai orang kedua puun, Tokoh Adat Kajeroan, Tokoh Adat Panamping, Juru
Bahasa, dan Tokoh Pemuda. Hal ini dimaksudkan agar mengetahui tata caranya dan
bisa menjadi generasi penerus dalam melanjutkan tradisi lelehur.
Dalam pelaksanaan Seba, kelompok
Kaum Sepuh berperan sebagai pengamat jalannya upacara dan pada saat sedang
berlangsung tidak berbasa – basi dalam penyampaian kata – kata tetapi tegas,
terbuka, jujur, tepat dan jelas dari permasalahan daerahnya tidak menutupi yang
buruk dan tidak memamerkan yang baik.
Sedangkan kelompok Pemuda, mempunyai
kewajiban sebagai pengemban amanat pusaka untuk tidak menyimpang dari tujuan
dan kelompok Tokoh Adat mengatur tata cara yang bertumpu kepada pakem,
keharusan, larangan dan pantangan sejak berangkat dari daerahnya sampai ke
tujuan.
Acara ini, juga merupakan forum
silaturahmi antara warga Baduy dengan pemerintah yang dipimpin jaro tanggungan
duabelas sekaligus melaporkan situasi social kemasyarakatan, keamanan dan hasil
pertanian serta keadaan lain yang terjadi selama setahun terakhir.
Usai acara ritual, jaro tanggungan
duabelas didampingi sejumlah Petinggi Adat Baduy lainnya menyerahkan bingkisan
(Kue Laksa) dan hasil pertanian lainnya. Untuk pelaksanaan Seba ini, selain
jaro tujuh sebagai perwakilan masyarakat Baduy juga dihadiri oleh jaro werga
sebagai Utusan Khusus puun dan jaro government (Kepala Desa).
Upacara Seba ini dilakukan sebagai
wujud rasa syukur atas hasil panen mereka yang telah dipanen pada bulan kawalu.
Untuk itu, pada upaca Seba ini, rombongan suku Baduy membawa beberapa hasil
pertanian mereka berupa padi, pisang, gula, talas, beras yang ditumbuk yang
disebut laksadan aneka sayuran. Hasil bumiini diserahkan secara simbolis oleh
perwakilan dari suku Baduy kepada Bupati Lebak dan Gubernur Banten pada saat
upacara Seba.
Setelah suku Baduy melaksanakan
berbagai tradisi pada bulan kawalu di kampung mereka masing-masing di desa
Kanekes, mereka kemudian ‘turun gunung’, melakukan perjalanann secara
berombongan menuju ibukota Kabupaten Lebak, Rangkasbitung untuk bertemu dengan
Bupati, yang mereka sebut Bapa Gede. Kemudian meneruskan perjalanan tersebut
menuju Ibukota Provinsi Banten yang tak lain kota Serang, untuk bertemu dengan
Gubernur yang mereka sebut Ibu Gede. Rombongan upacara Seba hanya terdiri dari
kaum laki-laki, baik dewasa maupun anak-anak.
Upacara seba terdapat dua
macam, yang pertama yaitu Seba Gede. Dilaksanakan apabila hasil panen yang
diperoleh selama satu tahun tersebut sangat memuaskan, maka barang bawaan Seba
dilakukan secara lengkap selain hasil – hasil pertanian, gula, pisang juga
termasuk pelengkap dapur, yang disebut Perkara Olah diantaranya Kukusan Bambu,
Kipas Bambu (Hihid), Centong Pangarih (Sendok Aronan), Dulang (tempat ngangi
dari kayu) dan peserta relatif lebih banyak bisa mencapai sekitar 500 orang
lebih yang terdiri dari warga Baduy Dalam dan Baduy Luar. Apabila panen yang
dihasilkan kurang memuaskan pelaksanaan Seba cukup dengan menyerahkan hasil –
hasil pertanian tanpa dilengkapi dengan Perkara Olah dan peserta Seba relatif
lebih sedikit.
Upacara seba mengandung makna
upacara yang diwujudkan sebagai penghormatan kepada Prabu Siliwangi dan Kian
Santang. Masyarakat akan memandikan benda-benda pusaka dan menyajikan sejasen
seperti wajit, laden, dan ladu. Untuk saat ini upacara tetap dilakukan oleh
masyarakat karena mengandung nilai social dan nilai dan nilai religious. Untuk
nilai social, dalam upacara ini masyarakat akan saling bantu membantu membawa
persembahan untuk upacara ini. Nilai religious dalam kegiatan ini, karena
adanya kepercayaan yang berpengaruh dalam ritualnya, seperti percaya pada roh
dan nenek moyang.
Akan tetapi dalam pandangan islam
upacara ini tidak sesuai dengan syariat islam, karena menggunakan kepercayaan
nenek moyang dan roh-roh. Namun jika dipandang dalam unsur kebudayaan. Upacara
ini merupakan salah satu kegiatan pelestarian dan perlindungan benda pusaka.
Dalam arti kata, kegiatan ini juga merupakan simbolis pelestarian peninggalan
sejarah.
Upacara ini juga sebagai gambaran
sebuah pengorbanan masyarakat dalam bertahan hidup, mereka harus bekerja keras
di lading demi membuat dapur “mengepul”. Bagi pemerintah upacara ini merupakan
objek wisata budaya yang sangat penting dan harus dilestarikan. Pemerintah
Provinsi Banten diharapkan mempunyai janji dan pembuktian akan terus
menjaga lingkungan, kebudayaan dan kelestarian alam di sekitar perkampungan
Baduy Luar dan Baduy Dalam.
Pada tahun 2012, upacara ini telah
dilaksanakan pada tanggal 27 April pukul 19.30. Tahun ini sebanyak 1700 warga
Baduy akan berbondong-bondong menghadap Bupati dan Gubernur sambil membawa
seserahan atau oleh-oleh berupa hasil bumi.
Seba Baduy bukan agenda wisata
pemerintah, tetapi murni adat Baduy yang mengharuskan demikian. Yang menarik,
50 orang Baduy dalam akan jalan kaki dari desa Kanekes ke Rangkasbitung, lalu
ke Serang (PP),karena orang Baduy dalam tidak boleh naik kendaraan. Saat acara
resmi menghadap Bupati/Gubernur berlangsung, tak ada satu pun orang Baduy yang
berani bersuara atau ngobrol. Mereka begitu tertib dan sangat menghormati adat.
Puncak ritual dalam seba ciburuy ini
yaitu ritual yang disebut “nyalikeun atau samawur”. Yang dilanjutkan
dengan penyiraman barang – barang peninggalan dengan menggunakan air kembang
dan minyak. Proses ini dilakukan oleh juru kunci yang merangkap sebagai
tokoh adat, bersama tokoh masyarakat.
sang juru kunci, Ujang Nana Suryana
mengatakan, situs ciburuy memang tidak cocok dijadikan objek sapta pesona,
namun tempat orang yang berniat untuk berziarah. Jika pada musimnya tidak
kurang dari 300 orang memadati situs ini untuk melakukan ziarah. Sedikitnya ada
empat nama karuhun di situs ini, diantaranya, Eyang Haji Wali Mustofa, Sembah
Dalem Kaputihan, Eyang Kalijaga, dan Eyang Tunjang.
Ritual Seba Ciburuy, adalah bagian
dari kearifan masyarakat sunda yang masih terpelihara dan sarat makna, sayang
nampaknya Pemerintah Daerah Kabupaten Garut kurang memperhatikan keberadaannya,
sehingga acara ini hanya terkesan seremonial dan rutinitas belaka, padahal dari
sini kita bisa belajar banyak tentang kehidupan.
sumber : http://kebudayaankesenianindonesia.blogspot.com/2012/06/foklore-sebagian-lisan-upacara-seba.html
filosofi :
filosofi :
Merupakan situs peninggalan jaman
Prabu Siliwangi yang kemudian dilanjutkan oleh anaknya yaitu Prabu Kian
Santang. secara administrasi Kabuyutan Ciburuy terletak Desa Pamalayan,
Kecamatan Bayongbong, Kabupaten Garut berada di titik koordinat 7°
17' 18" S, 107° 49' 43" E. Di daerah Situs Kabuyutan
Ciburuy terdapat tiga buah rumah adat yang bernama Bumi padaleman (tempat
menyimpan benda-benda naskah kuno,daun lontar dan nipah), Bumi Patamon (tempat
penyimpanan benda tajam seperti keris, kujang trisula, dan alat kesenian goong
renteng) dan lumbung padi atau “leuit”, (tempat menyimpan bahan makanan
terutama padi). Alat kesenian goong renteng yang ditemukan di daerah ini
merupakan cikal bakal dari kesenian degung yang ada sekarang ini.
Luas daerah Kabuyutan Kabuyutan
Ciburuy ini sekitar 1 hektar. Panorama indah serta suasana damai dengan udara
yang sejuk akan dijumpai ketika kita berada di kawasan situs ini.
Komentar
Posting Komentar